BAB 2
SUBJEK DAN OBJEK HUKUM
2.1 PENDAHULUAN
Orang
atau persoon adalah pembawa hak dan kewajiban, atau bisa dikatakan juga bahwa
orang adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan
menggunakan hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum disebut sebagai objek
hukum.
Subjek hukum terdiri dari
dua, yakni manusia biasa dan badan hukum.
2.2 Manusia
Biasa (Natuurlijke Persoon)
Manusia
sebagai objek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan
dijamin oleh hukum yang berlaku.
Dalam
pada itu, menurut Pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak
kewarganegaraan tidak bergantung pada hak-hak kenegaraan.
Akan
halnya, seorang manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum) dimulai saat ia
dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia sehingga dikatakan bahwa
manusia hidup, ia menjadi manusia pribadi, kecuali dalam Pasal 2 Ayat 1 KUH
Perdata menegaskan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan
dianggap telah dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinya, dengan
memenuhi persyaratan:
a.
Si anak telah dibenihkan pada saat
kepentingan tersebut timbul
b.
Si anak harus dilahirkan hidup, dan
c.
Ada kepentingan yang menghendaki anak
tersebut memperoleh status sebagai hukum.
Ditambahkan pula dalam
Pasal 2 Ayat 2 KUH Perdata bahwa apabila ia dilahirkan mati maka ia dianggap
tidak pernah ada. Dengan demikian, negara Republik Indonesia sebagai negara
hukum mengakui pada setiap manusia terhadap undang-undang, artinya bahwa setiap
orang diakui sebagai subjek hukum oleh Undang-Undang.
Sementara itu, dalam
Pasal 27 UUD 1945 menetapkan bahwa segala warga negara bersamaan kedusukannya
di dalam hukum, dalam pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu tidak adanya kecualinya.
Dengan demikian, setiap
manusia pribadi (natuurlijke persoon)
sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum, kecuali
dalam undang-undang dinyatakan tidak cakap. Seperti halnya dalam hukum telah
dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
1. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah
orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun) dan berakal sehat.
2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 1330 KUH
Perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
a. Orang-orang
yang belum dewasa (belum mencapai 21 tahun)
b. Orang-orang
di taruh di bawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa,
pemabuk atau pemboros
c. Orang
wanita yang dalam perkawinan atau berstatus sebagai isteri (telah dicabut
dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3/1963 Yo Pasal 31 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 yang menetapkan hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak
dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan-pergaulan hidup
bersama dalam masyarakat dan tiap-tiap pihak berhak melakukan perbuatan hukum).
2.3 Badan
Hukum (Rechts Persoon)
Badan
hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan atau perkumpulan. Badan hukum
(rachts persoon), yakni orang yang diciptakan oleh hukum. Oleh karena itu,
badan hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan
hukum) seperti manusia.
Dengan
demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melakukan
sebagai pembawa hak manusia, seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan
dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas kekayaan anggota-anggotanya.
Oleh karena itu, badan hukum dapat bertindak dengan pernataraan
pengurus-pengurusnya.
Misalnya, suatu
perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum, dengan cara :
a. Didirikan
dengan akta notaris
b. Didaftarkan
di kantor panitera pengadilan negeri setempat
c. Dimintakan
pengesahan anggaran dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan
khusus untuk badan hukum dan pensiun, pengesahan anggaran dasarnya dilakukan
oleh Menteri Keuangan
d. Diumumkan
dalam Berita Negara RI
Badan hukum (rechts
persoon) dibedakan dalam bentuk dua bentuk, yakni :
1. Badan Hukum Publik ( Publick Rechts Persoon
)
Badan
hukum publik adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau
yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian, badan hukum ini merupakan badan-badan negara yang dibentuk
oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara
fungsional oleh eksekutif (pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas
untuk itu, seperti negara Republik Indonesia, pemerintah daerah tingkat I dan
II, Bank Indonesia, dan perusahaan-perusahaan negara.
2. Badan Hukum Privat ( Privat Rechts Persoon )
Badan
hukum privat adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau
perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian, badan hukum itu merupakan badan badan swasta yang didirikan
orang untuk tujuan tertentu, yakni mencari keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan lain-lainnya menurut hukum yang berlaku secara sah, misalnya
perseroan terbatas, koperasi, yayasan, dan badan amal.
2.4 Objek
Hukum
Objek
hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi
objek dalam suatu hubungan hukum. Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu
benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu
sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah
yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban
subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi
objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum
karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan
mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
Akibatnya,
dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah akan
benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar matahari,
air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus mengalir
melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Untuk
memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau mengeluarkan pengorbanan
apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan selalu ada. Lain halnya
dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada,
sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan tertentu, umpamanya
melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.
Bagian-Bagian Objek hukum
dapat dibedakan menjadi :
1. Benda
bergerak
Pengertian benda bergerak adalah benda
yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri ataupun dapat dipindahkan. Benda
bergerak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a)
Benda bergerak karena sifatnya
Contoh
: perabot rumah, meja, mobil, motor, komputer, dll
b)
Benda bergerak karena ketentuan UU
Benda
bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut Pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misal hak memungut hasil atas benda bergerak, hak
pakai atas benda bergerak, dan saham perseroan terbatas.
c)
Benda tidak berwujud, yang menurut UU
dimasukkan ke dalam kategori benda bergerak .
Contoh
: saham, obligasi, cek, tagihan-tagihan, dsb
2. Benda
tidak bergerak
Pengertian benda tidak bergerak adalah
Penyerahan benda tetapi dahulu dilakukan dengan penyerahan secara yuridis.
Dalam hal ini untuk menyerahkan suatu benda tidak bergerak dibutuhkan suatu
perbuatan hukum lain dalam bentuk akta balik nama. dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu :
a)
Benda tidak bergerak karena sifatnya
Tidak
dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau biasa dikenal dengan
benda tetap.
b)
Benda tidak bergerak karena tujuannya
Tujuan
pemakaiannya :
Segala
apa yang meskipun tidak secara sungguh – sungguh digabungkan dengan tanah atau
bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama
Contoh
: mesin – mesin dalam suatu pabrik
c)
Benda tidak bergerak karena ketentuan UU
Segala
hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak bergerak.
Contoh
: Kapal dengan bobot 20 M Kubik (Pasal 314 KUHPer) meskipun menurut sifatnya
dapat dipindahkan.
Membedakan benda bergerak
dan tidak bergerak sangat penting karena berhubungan dengan 4 hak yaitu :
pemilikan, penyerahan, kadaluwarsa, dan pembebanan
1. Pemilikan
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda
bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu
berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut.
Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
2. Penyerahan
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda
bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari
tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
3. Kadaluwarsa
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk
benda-benda bergerak tidak mengenal kadaluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan
pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda
tidak bergerak mengenal adanya kadaluwarsa.
4. Pembebanan
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak
dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan
hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah
digunakan fidusia.
2.5 Hukum
Benda (Zaken Recht)
Hukum
benda merupakan bagian dari hukum kekayaan (vermogensrecht), yakni
peraturan-peraturan yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang.
Hak kebendaan merupakan hak mutlak atau lawannya hak nisbi.
2.5.1.Hak Mutlak (Hak
Absolut)
Hak mutlak (hak absolut)
terdiri dari :
• Hak
kepribadian, misalnya hak atas namanya, hidup, kemerdekaan, dan lain-lain.
• Hak
yang terletak dalam hukum keluarga, yakni hak yang timbul karena adanya
hubungan antara suami istri dan hubungan orang tua dan anak.
• Hak
mutlak atas suatu benda inilah yang disebut hak kebendaan.
2.5.2 Hak Nisbi (Hak
Relatif)
Hak nisbi (hak relatif)
atau persoonlijk adalah semua hak yang timbul karena adanya hubungan
utang-piutang, dan utang-piutang timbul dari perjanjian dan undang-undang.
1.
Penggolongan hak kebendaan
Penggolongan
hak kebendaan dalam KUH Perdata dibedakan menjadi 2 kelompok :
a. Hak
kebendaan yang sifatnya memberikan kenikmatan atas suatu benda miliknya
sendiri, contohnya hak milik atas benda bergerak, dan hak yang memberikan
kenikmatan atas benda milik orang lain, misalnya hak memungut hasil atas benda
bergerak dan hak pakai atas benda bergerak.
b. Hak
kebendaan yang sifatnya memberikan jaminan atas pelunasan utang, contohnya
gadai (pand) yang merupakan jaminan utang atas benda bergerak dan hipotik
sebagai jaminan atas benda tidak bergerak selain tanah.
2.
Cara memperoleh hak milik atas suatu benda
Berdasarkan
Pasal 584 KUH Perdata cara memperoleh hak milik atas suatu benda, antara lain :
• Pelekatan,
• Daluwarsa,
• Pewarisan,
dan
• Penyerahan
(levering).
Untuk penyerahan
(levering) berdasarkan suatu title pemindahan hak berasal dari seorang yang
berhak memindahkan hak milik kepada orang lain sebagai berikut :
1) Penyerahan
(levering) atas benda bergerak diatur dalam Pasal 612 KUH Perdata, dilakukan
dengan cara penyerahan dari tangan ke tangan.
2) Penyerahan
(levering) atas benda tak bergerak (tanah) dilakukan dengan pembuatan akta
PPAT.
3) Penyerahan
(levering) atas benda tak berwujud diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata untuk :
a. Piutang
atas tunjuk (aan toonder), dengan penyerahan nyata;
b. Piutang
atas nama (op naam), dengan cessie;
c. Piutang
tidak kepada pengganti (aan order), penyerahan surat disertai dengan endorsmen.
2.6 Hak
Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)
Hak
kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang (hak jaminan) adalah hak
jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk
melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan, jika debitor melakukan
wansprestasi terhadap suatu perjanjian.
2.7 Macam-Macam
Pelunasan Utang
2.7.1 Pelunasan Utang dengan Jaminan Umum
Pada Pasal 1131 KUH
Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang
akan ada, baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap
pelunasan utang yang dibuatnya. Sedangkan Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan
harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor
yang memberikan utang kepadanya.
Dalam hal ini, benda yang
dapat dijadikan pelunasan jaminan apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut
:
• Benda
tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
• Benda
tersebut dapat dipindahtangankan haknya kepada pihak lain.
2.7.2 Pelunasan Utang dengan Jaminan Khusus
Hak khusus bagi jaminan
tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
2.8 GADAI
Dalam
Pasal 1150 KUH Perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditor
atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang
lain atas namanya untuk menjamin suatu utang.
2.8.1 Sifat-Sifat Gadai :
- Gadai untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
- Gadai bersifat accesoir, artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok.
- Adanya sifat kebendaan.
- Syarat inbezitztelling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai, atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
- Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
- Hak prefernsi (hak untuk didahulukan), sesuai dengan Pasal 1130 dan Pasal 1150 KUH Perdata.
- Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari utang.
Objek Gadai adalah semua
benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan untuk mendapatkan pembayaran
uang, yang berwujud surat-surat piutang kepada pembawa, atas unjuk, dan atas
nama, serta hak paten.
2.8.3 Hak Pemegang Gadai
Hak yang didapat si
pemegang gadai selama gadai berlangsung.
1. Pemegang
gadai berhak menjual benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri. Hasil
penjualan sebagian untuk melunasi utang debitor dan sisanya dikembalikan kepada
debitor.
2. Pemegang
gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi yang berupa biaya-biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkan benda gadai.
3. Pemegang
gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai sampai ada peluasan utang dari
debitur (jumlah utang dan bunga).
4. Pemegang
gadai mempunyai hak preferensi dari kreditur-kreditur yang lain.
5. Hak
untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim.
6. Atas
izin hakim tetap menguasai benda gadai.
2.8.4 Kewajiban-Kewajiban Pemegang Gadai
a. Pasal
1157 ayat 1 KUH Perdata pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau
merosotnya harga barang yang digadaikan, jika itu semua terjadi atas
kelalaiannya.
b. Pasal
1156 ayat 2 KUH Perdata berkewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai jika
barang gadai dijual.
c. Pasal
1159 ayat 1 KUH Perdata bertanggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai.
d. Kewajiban
untuk mengembalikan benda gadai jika debitor melunasi utangnya.
e. Kewajiban
untuk memelihara benda gadai.
2.8.5 Hapusnya Gadai
a. Hapusnya
perjanjian pokok (sudah dilunasi).
b. Karena
musahnya benda gadai.
c. Karena
pelaksanaan eksekusi.
d. Karena
pemegang gadai telah melepaskan hak gadai secara sukarela.
e. Karena
pemegang gadai telah kehilangan kekuasaan atas benda gadai.
f.
Karena penyalahgunaan benda gadai.
2.9 HIPOTIK
Berdasarkan
Pasal 1162 KUH Perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak
untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perutangan.
2.9.1 Sifat-Sifat Hipotik
a. Bersifat
accesoir, yakni seperti halnya gadai.
b. Mempunyai
sifat zaaksgevolg (droit de suite), yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti
bendanya dalam tagihan tangan siapapun benda tersebut berada.
c. Lebih
didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain.
d. Objeknya
benda-benda tetap.
2.9.2 Objek Hipotik
Dengan
berlakunya UUHT, objek hipotik meliputi sebagai berikut :
a) Kapal
laut, Pasal 314 Ayat 4 KUH Dagang dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Pelayaran.
b) Kapal
terbang dan helicopter berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1992 tentang
Penerbangan.
2.10 Perbedaan
Gadai dan Hipotik
a. Gadai
harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang digadaikan,
sedangkan hipotik tidak.
b. Gadai
hapus jika barang yang digadaikan berpindah ke tangan orang lain, sedangkan
hipotik tidak, tetapi tetap mengikuti bendanya walaupun bendanya
dipindahtangankan ke orang lain.
c. Satu
barang tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai walaupun tidak dilarang,
tetapi beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan di atas satu benda
merupakan keadaan biasa.
d. Adanya
gadai dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dipakai untuk
membuktikan pejanjian pokok, sedangkan perjanjian hipotik dibuktikan dengan
akta otentik.
2.11 Hak
Tanggungan
Berdasarkan
Pasal 1 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), hak tanggungan merupakan hak
jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang bersangkutan.
UUHT memberikan kedudukan
kreditor tertentu yang kuat dengan ciri-ciri berikut:
a) Kreditor
yang diutamakan terhadap kreditor lainnya.
b) Hak
tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun berada atau selama
perjanjian pokok belum dilunasi.
c) Memenuhi
syarat spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan
memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
d) Mudah
dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Benda yang akan dijadikan
jaminan hutang, harus memenuhi syarat-syarat berikut
a) Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat
dinilai dengan uang).
b) Benda tersebut dapat dipindah tangankan
haknya kepada pihak lain.
c) Tanah yang akan dijadikan jaminan ditunjuk
oleh undang-undang.
d) Tanah tersebut sudah terdaftar berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
2.11.1 Objek Hak Tanggungan
Dalam Pasal 4
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang menjadi objek hak tanggungan, yakni :
a)
Hak milik (HM)
b)
hak guna bangunan (HGB)
c)
Hak guna usaha (HGU)
d)
Rumah susun berikut tanah hak bersama
serta hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS)
e)
Hak pakai atas tanah Negara
Setiap
pemberian hak tanggungan harus dilakukan pembebanan yang meliputi tahap
pemberian dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan tahap pendaftaran hak
tanggungan di kantor badan pertahanan. Kemudian, proses pemberian hak
tanggungan dilakukan dihadapan PPAT untuk dibuatkan akta pemberian hak
tanggungan yang disaksikan oleh debitor, kreditor, dan 2 orang saksi menurut
hukum (dewasa dan berakal sehat), serta PPAT.
Menurut
Pasal 13 ayat 1 UUHT pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada kantor
Badan Pertahanan Nasional (BPN) setempat.
Fungsi dari pendaftaran :
• Sebagai
syarat konstitutif lahirnya hak tanggungan
• Sebagai
pembuktian telah terjadi hak tanggungan
• Sebagai
alat bukti bagi para pihak debitor, kreditor, maupun pihak ketiga.
Dalam
Pasal 16 UUHT disebutkan jika piutang yang dijamin dengan hak tanggungan
beralih hukum karena cessie, subrogasi, atau sebab lain maka hak tanggungan
tersebut ikut beralih kepada kreditor baru.
Berdasarkan
Pasal 21 UUHT apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit maka pemegang
hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya.
Dan
berdasarkan Pasal 55 UU Nomor 34 Tahun 2004 setiap kreditor yang memegang hak
tanggungan, hak gadai, atau hak agunan atas kebendaan lain dapat mengeksekusi
seolah-olah tidak terjadi kepailitan.
Berdasarkan Pasal 20 UUHT
hak yang diberikan oleh kreditor :
a) Pemegang
hak tanggungan pertama untuk menjual objek hak tanggungan sebagaimana
dimaksudkan Pasal 6.
b) Berdasarkan
titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 14 Ayat 2.
c) Atas
kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan objek hak tanggungan
dapat dilaksanakan di bawah tangan untuk memperoleh harga yang tertinggi yang
akan menguntungkan semua pihak.
2.12 FIDUSIA
Fidusia merupakan suatu
perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik
secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditur. Hubungan
hukum antara pemberi fidusia (debitor) dengan penerima fidusia (kreditor)
merupakan hukum yang berdasarkan kepercayaan.
Lembaga jaminan fidusia
telah diakui berdasarkan yurisprudensi Keputusan Hooggerechtsh tanggal 18
Agustus 1932 serta keputusan Mahkamah Agung tanggal 1 September 1971 Reg No.
372 K/Sip/1970.
Menurut Pasal 1 angka 1
UU No 42 tahun 1999, fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan sesuatu atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa hak kepemilikannya dialihkan dan
penguasaan tetap ada pada pemilik benda.
Menurut pasal 1 angka 2
UUJF, jaminan fidusia merupakan hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
Berdasarkan pasal 4 UUJF,
jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian
pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak di dalam memenuhi suatu
prestasi untuk memberikan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai
dengan uang.
2.12.1 Objek Jaminan Fidusia
Menurut pasal 1 angka 4
UUJF yakni benda.
Dalam pasal 3 benda tidak
bergerak harus memenuhi persyaratan :
a) Benda
tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan
b) Benda
tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik, untuk benda bergerak tidak dibebani
dengan hak gadai.
2.11.2 Perjanjian Fidusia
Perjanjian yang harus
dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan
fidusia.
2.11.3 Pendaftaran Fidusia
Berdasarkan pasal 14 ayat
3 UUJF pendaftaran fidusia adalah jaminan fidusia yang lahir pada tanggal
dicatat dalam buku daftar fidusia dan merupakan bukti kreditor sebagai pemegang
jaminan fidusia yang diberikan sertifikat jaminan fidusia. Untuk benda bergerak
berlaku ketentuan pasal 1977 KUH Perdata yang mengatur, “barang siapa menguasai
benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya”.
Tujuan pendaftaran
fidusia
a) Untuk melahirkan jaminan fidusia bagi
penerima fidusia dan menjamin pihak yang mempunyai kepentingan atas benda yang
dijaminkan.
b) Untuk memberikan perlindungan hukum kepada
penerima dan pemberi fidusia serta pihak ketiga yang berkepentingan.
c)
Memberikan hak yang didahulukan (kreditur
preferent).
d)
Memenuhi asas spesialitas dan publisitas.
e) Memberi rasa aman kepada kreditur penerima
jaminan fidusia dan pihak ketiga yang berkepentingan.
2.12.4 Eksekusi Jaminan Fidusia
Berdasarkan pasal 15 ayat
2 UUJF, jika debitor wansprestasi kreditor mempunyai hak untuk menjual benda
yang menjadi objek jaminan atas kekuasaan sendiri.
Berdasarkan pasal 39
UUJF, jika debitor cidera janji eksekusi terhadap benda yang menjadi objek
jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara berikut.
a) Pelaksanaan
title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat 2 oleh kreditor.
b) Penjualan
benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan debitor sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.
c) Penjualan
di bawah tangan dilakukan berdasarkan kesepakatan debitor dan kreditor.
2.12.5 Larangan bagi Pemegang Fidusia
Berdasarkan pasal 23 ayat
2 UUJF, yakni pemegang hak fidusia dilarang untuk mengalihkan, menggadaikan,
atau menyewakan kepada pihak lain.
2.12.6 Hapusnya Jaminan Fidusia
Berdasarkan pasal 25
UUJF, jaminan fidusia dihapus karena :
• Hapusnya
utang yang dijamin dengan fidusia,
• Pelepasan
ha katas jaminan fidusia oleh debitor, dan
• Musnahnya
benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
2.12.7 Jaminan Perseorangan (Borgtocht)
Berdasarkan pasal 1820
KUH Perdata, yakni suatu perjanjian dimana pihak ketiga menanggung pelunasan
terhadap utang debitor apabila debitor tidak dapat melunasi utangnya. Namun,
berdasarkan pasal 1821 KUH Perdata menyatakan bahwa tiada penanggungan jika
tidak ada suatu perikatan pokok yang sah.
Hak-hak istimewa bagi
pemegang borgtocht :
a) Hak
uit winning, yakni hak dari borg untuk meminta supaya harta kekayaan debitor
terlebih dahulu disita (pasal 1831 KUH Perdata).
b) Hak
splitising, yakni hak dari borg dalam terdapat lebih dari seorang borg untuk
meminta agar terlebih dahulu diadakan pemecahan utang (pasal 1836 KUH Perdata).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar