BAB 11
Kepalitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
11.1
Pendahuluan
Dalam Suatu kegiatan usaha/bisnis, berutang merupakan hal yang
lazim. Permasalahan akan timbul apabila kemudian debitor tidak mampu membayar
utang tersebut.
Kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Sedangkan, PKPU sendiri tidak
diberikan definisi oleh UU Kepailitan. Akan tetapi, dari rumusan pengaturan
mengenai PKPU dalam UU Kepailitan kita dapat melihat bahwa PKPU adalah sebuah
cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal debitur atau
kreditur menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi
melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran
sebagian atau seluruh utang kepada kreditur) antara debitur dan kreditur agar
debitur tidak perlu dipailitkan.
Hal yang dapat disimpulkan dari kepailitan
dan PKPU bahwa dalam kepailitan, harta
debitur akan digunakan untuk membayar semua utang-utangnya yang sudah
dicocokkan, sedangkan dalam PKPU, harta debitur akan dikelola sehingga
menghasilkan dan dapat digunakan untuk membayar utang-utang debitur.
11.2
Pengertian Pailit
Menurut Pasal 1 angka 1 UUK-PKPU :
“Kepailitan
adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”
Menurut Ensiklopedia Ekonomi Keuangan
Perdagangan :
“Pailit
atau Bangkrut adalah keadaan dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan
dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan
untuk membayar utang-utangnya.”
Secara umum, Kepailitan adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan pailit. Pailit ialah keadaan berhenti membayar
utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Pernyataan pailit harus dilakukan oleh
pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga sebagai suatu bentuk pemenuhan azas
publisitas dari keadaan tidak mampu membayar seorang debitur. Tanpa adanya
putusan pengadilan, maka pihak ketiga yang berkepentingan tidak akan pernah
tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitur.
11.3
Pihak-Pihak yang dapat Menagajukan Kepailitan
Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan
kepailitan, yaitu :
1. Debitur sendiri.
2. Salah satu atau lebih kreditur.
Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar
lunas, sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
dinyatakan pailit oleh pangadilan, baik atau permohonannya sendiri maupun atas
permohonan satu atau lebih kreditor.
3. Kejaksaan di dalam hal kepailitan menyangkut
kepentingan umum.
Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa
dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:
a. Debitor melarikan diri
b. Debitor menggelapkan bagian dari harta
kekayaannya
c. Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) atau badan usaha lain yang mengimpun dana dari masyarakat
d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari
penghimpunan dana dari masyarakt luas
e. Debitor tidak beritikad baik atau tidak
kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu
4. Debitor adalah Bank, maka permohonan
pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia
5. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal
debiturnya adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kriling dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, karena lembaga tersebut melakukan
kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek
dibawah pengawasan BPPM.
6. Menteri keuangan dalam hal debiturnya
merupakan perusahaan asuransi, dana pensiun dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang bergerak di bidang kepentingan publik.
A. Permohonan
Pernyataan Kepailitan Diajukan Kepada Ketua Pengadilan Niaga
Daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan debitur. Jika debiturnya meninggalkan wilayah negara Indonesia,
permohonan pernyataan pailit diajukan ke pengadilan niaga yang daerah hukumnya
meliputi tempat permohonan pernyataan kepailitan diajukan ke pengadilan niaga
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut.
Jika debitur tidak berkedudukan dalam
wilayah Republik Indonesia, tetapi menjalankan profesi atau usaha dalam wilayah
republik Indonesia, permohonan kepailitan diajukan ke pengadilan niaga yang
wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum kantor debitur menjalankan
profesi atau usahanya.
Jika debiturnya badan hukum, kedudukan
hukumnya sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya. Jika permohonan
pernyataan kepailitan tersebut diajukan oleh debitur sendiri yang masih terikat
dalam perkawinan yang sah, maka permohonan kepailitannya hanya dapat diajukan
atas persetujuan suami dan istrinya.
B. Permohonan
pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan niaga melalui panitera.
Panitera ini segera mendaftar
permohonan tersebut pada hari itu juga dan kemudian menyampaikannya kepada
ketua pengadilan paling lambat 2 hari setelah permohonan didaftarkan.
Selanjutnya, dalam waktu paling lambat 3 hari setelah tanggal permohonan
pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan tersebut dan
menerapkan hari sidang.
Sidang atas permohonan pernyataan pailit
diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal
permohonan didaftarkan. Namun atas permohonan dari debitur dan berdasarkan
alasan yang cukup, dapat ditunda persidangan paling lambat 25 hari terhitung
sejak tanggal permohonan didaftarkan.
Pemanggilan terhadap debitur, kreditur
dan pihak-pihak terkait dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat,
paling lambat 7 hari sebelum pemeriksaan sidang pertama diselenggarakan.
Pemanggilan adalah sah dan dianggap telah diterima oleh debitur jika dilakukan
oleh juru sita sesuai dengan ketentuan dalam UU.
C. Permohonan
Pernyataan Pailit
Permohonan tersebut harus dikabulkan
apabila terdapat fakta atau keadaan terbukti secara sederhana bahwa persyaratan
untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi semuanya. Putusan pengadilan atas
permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah
tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.
Putusan pengadilan atas permohonan
pernyataan pailit yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari
putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan upaya
hukum. Salinan dari putusan pengadilan wajib disampaikan juru sita dengan surat
kilat tercatat kepada pihak debitur, pihak yang mengajukan permohonan
pernyataan pailit, kurator dan hakim pengawas paling lambar 3 hari setelah
tanggal putusan diucapkan.
11.4
Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya
Dasar Hukum Kepailitan :
·
Dasar umum pasal 1131 dan 1132 KUHPdt
·
Dasar khusus UU kepailitan No. 37 tahun 2004
Kepailitan mengakibatkan debitur yang
dinyatakan pailit kehilangan segala hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 24
(1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU terhitung sejak saat keputusan pernyataan
pailit diucapkan. Hal ini juga berlaku bagi suami atau isteri dari debitur
pailit yang kawin dalam persatuan harta kekayaan.
Putusan kepailitan adalah bersifat
serta merta dan konstitutif yaitu meniadakan keadaan dan menciptakan keadaan
hukum baru. Dengan pailitnya pihak debitur, banyak akibat yuridis yang
diberlakukan kepadanya oleh undang-undang. Akibat-akibat yuridis tersebut
berlaku kepada debitur dengan 2 (dua) model pemberlakuan, yaitu:
a. Berlaku Demi Hukum
Beberapa akibat yuridis yang berlaku
demi hukum (by the operation of law) segera setelah pernyataan pailit
dinyatakan atau setelah pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap
ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal ini, pengadilan niaga, hakim
pengawas, kurator, kreditur, dan pihak lain yang terlibat dalam proses
kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat
yuridis tersebut.
b. Berlaku Secara Rule Of Season
Maksud dari pemberlakuan model ini
adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, tetapi baru berlaku
jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu setelah mempunyai alasan yang wajar
untuk diberlakukan.
Dalam pasal 21 kepailitan meliputi
seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta
segala sesuatu yang diperoleh selama kepaillitan.
Namun, ketentuan sebagaimana dalam
pasal 21 di atas tidak berlaku terhadap barang- barang sebagai berikut :
1. Benda,
termasuk hewan yang benar- benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya, alat- alat medis yang dipergunakan untuk
kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang digunakan oleh debitor dan
keluarganya.
2. Segala
sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian
dari suatu jabatan atau jasa sebagai upah, pensiun, uang tunggu, atau uang
tunjangan yang ditentukan oleh hakim pengawas.
3. Uang yang
diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut
undang – undang.
Putusan pernyataan pailit berakibat
bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari
kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan
seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk
atau juga dengan menyandera debitor.
Dalam pasal 55 setiap kreditor
pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas
kebendaan lain dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan,
sehingga kreditor pemegang hak sebagaimana disebutkan dapat melaksanakan haknya
dan wajib memberikan pertanggungjawaban kepada curator tentang hasil penjualan
benda yang menjadi agunan. Kemudian, menyerahkan sisa hasil penjualan setelah
dikurangi jumlah uang, bunga dan biaya kepada curator.
Beberapa akibat hukum lain terhadap
perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur :
a. Akibat
kepailitan terhadap debitur pailit dan hartanya
Akibat kepailitan hanyalah terhadap
kekayaan debitur, dimana debitur tidaklah berada dibawah pengampuan. Debitur
tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum menyangkut
dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum tersebut menyangkut pengurusan dan
pengalihan harta bendanya yang telah ada.
Apabila menyangkut harta benda yang
akan diperolehnya, debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta
benda yang akan diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta pailitnya.
Sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu untuk diucapkan, debitur demi hukum
kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk harta
pailit.
b.
Akibat hukum terhadap seluruh perikatan yang dibuat oleh debitur pailit
Semua perikatan debitur yang terbit
sesudah putusan pernyataan pailit, tidak lagi dapat membayar dari harta pailit,
kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit (Pasal 25 Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU). Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta
pailit harus diajukan oleh atau kurator. Dalam hal tuntutan tersebut diajukan
atau diteruskan oleh atau terhadap debitur pailit maka apabila tuntutan
tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitur pailit, penghukuman
tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit (Pasal 26 Undang-
Undang Kepailitan dan PKPU).
Selama berlangsungnya kepailitan,
tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan
terhadap debitur pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk
dicocokkan (Pasal 27 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU).
c.
Akibat hukum bagi kreditur
Pada dasarnya, kedudukan para kreditur
sama (paritas creditorum) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas
hasil eksekusi budelnya pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka
masing-masing (pari passu pro rata parte). Namun asas tersebut dapat
dikecualikan yakni untuk golongan kreditur yang memenang hak anggunan atas
kebendaan dan golongan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Oleh karenanya, kreditur dapat dikelompokkan sebagai berikut:
·
Kreditur Separatis
·
Kreditur Preferen/istimewa
·
Kreditur Konkuren
d.
Akibat hukum terhadap eksekusi atas harta kekayaan debitur pailit
Menurut Pasal 31 UU Kepailitan dan
PKPU, putusan pernyataan pailit mempunyai akibat bahwa segala putusan hakim
menyangkut setiap bagian harta kekayaan debitur yang telah diadakan sebelum
diputuskannya pernyataan pailit harus segera dihentikan dan sejak saat yang
sama pula tidak satu putusan pun mengenai hukuman paksaan badan dapat
dilaksanakan. Segala putusan mengenai penyitaan, baik yang sudah maupun yang
belum dilaksanakan, dibatalkan demi hukum, bila dianggap perlu, hakim pengawas
dapat menegaskan hal itu dengan memerintahkan pencoretan.
Jika dilihat, dalam pasal tersebut
bahwa setelah ada pernyataan pailit, semua putusan hakim mengenai suatu bagian
kekayaan debitur apakah penyitaan atau penjualan, menjadi terhenti. Semua sita
jaminan maupun sita eksekutorial menjadi gugur, bahkan sekalipun pelaksanaan
putusan hakim sudah dimulai, maka pelaksanaan itu harus dihentikan.
Menurut Pasal 33 UU Kepailitan dan
PKPU, apabila hari pelelangan untuk memenuhi putusan hakim sudah ditetapkan,
kurator atas kuasa hakim pengawas dapat melanjutkan pelelangan barang tersebut
dan hasilnya masuk dalam harta pailit.
e.
Akibat kepailitan teradap pasangan debitur pailit
Debitur pailit yang pada saat
dinyatakan pailit sudah terikat dalam suatu perkawinan dan adanya persatuan
harta, kepailitan juga dapat memberikan akibat hukum terhadap pasangannya
(suami/istrinya). Dalam hal suami atau istri yang dinyatakan pailit, istri atau
suaminya berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang
merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan harta yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Jika benda milik istri atau suami
telah dijual suami/istri dan harganya belum dibayar atau uang hasil penjualan
belum tercampur dalam harta pailit, maka istri atas suami berhak mengambil
kembali uang hasil penjualan tersebut.
Pada prinsipnya, sebagai konsekuensi
dan PKPU, seperti diuraikan di atas maka setiap dan seluruh perbuatan hukum,
termasuk perikatan antara debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga
yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar
dari harta pailit, kecuali apabila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan
keuntungan bagi harta kekayaan itu.
11.5
Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pengurusan Harta Pailit
Dalam penguasaan dan pengurusan harta pailit yang terlibat tidak
hanya kurator, tetapi masih terdapat pihak-pihak lain yang terlibat adalah
hakim pengawas, curator, dan panitia kreditor.
1.
Hakim pengawas bertugas untuk mengawasi
pengurus dan pemberesan harta pailit.
2.
Kurator bertugas melakukan pengurus dan/atau
pemberesan harta pailit.
Dalam Pasal 70 kurator dapat dilakukan oleh :
a.
Balai harta peninggalan
b.
Kurator lain, sebagai berikut:
· Orang perseorangan yang berdomisili di
Indonesia memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus
dan/atau membereskan harta pailit;
· Terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya dibidang hukum dan peraturan perundang-undangan.
3. Panitia kreditor
dalam putusan pailit atau dengan penetapan, kemudian pengadialan dapat
membentuk panitia kreditor, terdiri atas tiga orang yang dipilih dari kreditor
yang telah mendaftarkan diri untuk diverifikasi, dengan maksud memberikan
nasihat kepada kreditor.
11.6 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Munir Fuady dalam bukunya yang
berjudul “Hukum Pailit Dalam Teori dan
Praktek” (hal. 177) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan penundaan
pembayaran utang (Suspension of Payment atau Surseance van Betaling) adalah
suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di
mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan
untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya,
termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut.
Pasal 222
- PKPU diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditor atau oleh kreditor.
- Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon PKPU, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.
- Kreditor yang memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitor diberi PKPU, untuk memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya.
Pemberian penundaan kewajiban
pembayaran utang tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh pengadilan
berdasarkan :
a. Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor
konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili
paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara
diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut
b. Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor
tentang hak suara kreditor yang piutangnya dijamin, dengan gadai, jaminan
fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang
hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan kreditor atau
kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
Sementara itu, pangadilan harus
mengangkat panitia kreditor apabila :
a. Permohonan penundaan kewajiban pembayaran
utang meliputi utang yang bersifat rumit atau banyak kreditor
b. Pengangkatan tersebut dikehendaki oleh
kreditor yang mewakili paling sedikit ½ bagian dari seluruh tagihan yang
diakui.
Dengan demikian, dalam putusan yang
mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara, pengadilan dapat
memasukkan ketentuan yang dianggap perlu untuk kepentingan kreditor.
Dalam hal ini, hakim pengawas setiap
waktu selama berlangsung penundaan, berkewajiban melakukan pengawasan
pembayaran utang tetap, berdasarkan
a.
Prakarsa hakim pengawas
b.
Permintaan pengurus atau permintaan satu atau
lebih kreditor.
Selama penundaan kewajiban pembayaran
utang, debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan
atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Apabila debitor melanggar
ketentuan tersebut, pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang
diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan karena tindakan
debitor tersebut.
Sementara itu, Pasal 244 tidak berlaku
penundaan kewajiban pembayaran utang, antara lain
a. Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan
fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya
b. Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan, atau
pendidikan yang sudah harus dibayar dan hakim pengawas harus menentukan jumlah
tagihan yang sudah ada dan belum dibayar sebelum penundaan kewajiban pembayaran
utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan
c. Tagihan yang diistimewakan terhadap benda
tertentu milik debitor maupun terhadap seluruh harta debitor yang tidak
tercakup diatas.
Dengan demikian, penundaan kewajiban
pembayaran utang dapat diakhiri atas permintaan hakim pengawas, satu atau lebih
kreditor, atau atas prakarsa pengadilan, dalam hal :
a. Debitor selama waktu penundaan kewajiban
pembayaran utang bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan
terhadap hartanya
b. Debitor telah merugi atau telah mencoba
merugikan kreditornya
c. Debitor melakukan pelanggaran dalam Pasal 240
d. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan
yang diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah penundaan
kewajiban pembayaran utang diberikan atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan
yang disyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta debitor
e. Selama waktu penundaan kewajiban pembayaran
utang, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya
penundaan kewajiban pembayaran utang
f. Keadaan debitor tidak dapat diharapkan untuk
memenuhi kewajiban terhadap kreditor pada waktunya.
11.7 Pencocokan (Verifikasi) Piutang
Pencocokan piutang merupakan salah
satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan, karena dengan pencocokan
piutang inilah nantinya ditentukan perimbangan dan urutan hak dari
masing-masing kreditor, yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak putusan
pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal ini, hakim pengawas
dapat menetapkan :
a.
Batas akhir pengajuan tagihan
b. Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan
besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang
perpajakan
c. Hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat
kreditor untuk mengadakan pencocokan utang.
Dengan demikian, kurator berkewajiban
untuk melakukan pencocokan antara perhitungan-perhitungan yang dimasukkan
dengan catatan-catatan dan keterangan-keterangan bahwa debitor telah pailit.
11.8 Perdamaian (Accord)
Debitor pailit berhak untuk menawarkan
rencana perdamaian (accord) kepada para kreditornya. Namun, apabila debitor
pailit mengajukan rencana perdamaian, batas waktunya paling lambat delapan hari
sebelum rapat pencocokan piutang menyediakan di kepaniteraan pengadilan agar
dapat dilihat cuma-cuma oleh setiap rang yang berkepentingan. Rencana
perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan segera diambil keputusan setelah
selesainya pencocokan piutang.
Namun, apabila rencana perdamaian
telah diajukan kepada penitera, hakim pengawas harus menentukan :
a. Hari terakhir tagihan harus disampaikan kepada
pengurus
b. Tanggal dan waktu rencana perdamaian yang
diusulkan akan dibicarakan dan diputuskan dalam rapat kreditor yang dipimpin
oleh hakim pengawas.
Dengan demikian, rencana perdamaian
ini diterima apabila disejutui dalam rapat kreditor oleh lebih dari ½ jumlah
kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan haknya diakui atau untuk sementara
diakui yang mewakili paling sedikit 2/3 dari jumlah seluruh piutang konkuren
yang diakui atau untuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya
yang hadir dalam rapat tersebut.
Sementara itu, pengadilan berkewajiban
menolak pengesahan perdamaian apabila
a. Harta debitor termasuk benda untuk mana
dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda jauh lebih besar dari pada jumlah
yang disetujui dalam perdamaian;
b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin
c. Perdamaian itu dicapai karena penipuan atau persekongkolan
dengan satu atau lebih kreditor atau karena pemakaian upaya lain yang tidak
jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja sama untuk
mencapai hal ini.
Putusan pengesahan perdamaian yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap merupakan alas hak yang dapat dijalankan
terhadap debitor dan semua orang yang menanggung pelaksanaan perdamaian.
Sehubungan dengan piutang yang telah diakui, sejauh tidak dibantah oleh debitor
pailit sesuai dalam acara berita pencocokan piutang walaupun sudah ada
perdamaian, kreditor tetap memiliki hak terhadap para penanggung dan sesama
debitor, sehingga hak kreditor terhadap benda-benda pihak ketiga tetap
dimilikinya seolah-olah tidak ada suatu perdamaian.
Dalam hal kepailitan dibuka kembali,
harta pailit dibagi diantara para kreditor (insolvensi) dengan cara :
a. Jika kreditor lama maupun kreditor baru belum
mendapat pembayaran, hasil penguangan harta pailit dibagi diantara mereka
secara pukul rata adalah pembayaran menurut besar kecilnya piutang masing-masing
b. Jika telah dilakukan pembayaran sebagian
kepada kreditor lama, kreditor lama dan kreditor baru berhak menerima
pembayaran sesuai dengan presentase yang telah disepakati dalam perdamaian
c. Kreditor lama dan kreditor baru berhak
memperoleh pembayaran secara pukul rata atas sisa rata pailit setelah dikurangi
pembayaran sebagai mana dimaksud pada huruf b sampai dipenuhinya seluruh
piutang yang diakui
d. Kreditor lama yang telah memperoleh pembayaran
tidak diwajibkan untuk mengembalikan pembayaran yang telah diterimanya
11.9
Permohonan Peninjauan Kembali
Terhadap putusan hakim yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali
kepada Mahkamah Agung. Hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUK PKPU :
“Terhadap
putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung”
Prosedur Peninjauan Kembali yaitu,
Jangka waktu mengajukan permohonan peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam
Pasal 296 ayat (1), paking lambat 180 hari dihitung setelah tanggal putusan
yang dimohonkan peninjauan kembali berkekuatan hukum tetap.
Alasan Peninjauan Kembali :
Alasan untuk peninjauan kembali
sebagaimana diatur dalam Pasal 295 ayat (2) UU Nomor 37 tahun 2004 adalah
apabila :
a. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru
yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah
ada, tetapi belum ditemukan
b. Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat
kekeliruan yang nyata.
DAFTAR PUSTAKA
- http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c3529a6061f/perbedaan-antara-kepailitan-dengan-pkpu
- http://www.informasiahli.com/2015/08/pengertian-kepailitan-dan-prosedur-permohonannya.html
- http://www.sarno.id/2017/02/hukum-kepailitan-dan-penundaan-pembayaran-utang.html
https://claudiapaskah.wordpress.com/2011/05/17/bab-11-kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-pembayaran-utang/ - http://www.hukumkepailitan.com/pengertian-kepailitan/hukum-kepailitan-dan-pkpu/
- http://dhyladhil.blogspot.com/2011/05/keputusan-pailit-dan-akibat-hukumnya.html
- https://www.neliti.com/id/publications/147415/akibat-hukum-putusan-kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-pembayaran-utang-berdasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar