BAB 10
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
10.1 Pengertian dari Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
“Antitrust” untuk pengertian yang
sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai
masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli”
Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”.
Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”,
“kekuatan pasar” istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya.
Keempat istilah tersebut
dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar
,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial,
dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk
tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum
tentang permintaan dan penawaran pasar.
Persaingan usaha tidak
sehat maksudnya dimana suatu perusahaan melakukan suatu usaha dengan tidak
sehat bisa dengan cara mengurangi bahan produksinya untuk memperoleh lebih
banyak keuntungan tanpa memikirkan konsumennya yang ia mau hanyalah suatu
perusahaan yang ia dirikan menjadi lebih profit dibanding sebelumnya.
Pengertian Praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum.
Terdapat dua teori yang terdapat
dalam hukum anti monopoli, yaitu:
a. Teori Perse,
teori yang melarang monopoli an sich, tanpa melihat apakah ada ekses
negatifnya. Beberapa bentuk kartel, monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
harus dianggap dengan sendirinya bertentangan dengan hukum. Titik beratnya
adalah unsur formal dari perbuatan tersebut.
b. Teori Rule
of Reason, teori ini melarang kartel dan monopoli jika dapat dibuktikan
bahwa ada ekses negatifnya.
10.2 Azas dan Tujuan
Azas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Tujuan yang terkandung di dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut :
- Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
- Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
- Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
- Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
10.3 Kegiatan yang dilarang
Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik,
telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta
sepenuhnya.Kegiatan yang dilarang lainnya dalam anti monpoli dan persaingan
usaha tidak sehat antara lain :
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang
bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku
usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang
dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan
pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha
tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha
pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang
dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku
usaha tertentu.
4. Persekongkolan
Kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi
kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
5. Posisi Dominan
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak
mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa
yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya
di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan.
6. Jabatan Rangkap
Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa
seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu
perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau
komisaris pada perusahaan lain.
7. Pemilikan Saham
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa
pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan
sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang
sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
10.4 Perjanjian yang Dilarang
Jika dibandingkan dengan pasal
1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha
sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan
sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri
terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis
maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian
dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian.
Perjanjian yang lebih sering
disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli
di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum
dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut. Sebagai
perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya
perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan
conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian”
kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori
kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli .
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam
bentuk sebgai berikut :
1. Oligopoli Pasar
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli
dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya
oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang
bersifat homogen atau identik dengan kartel.
2. Penetapan harga
Dalam penetapan harga harus sama ditentukan oleh
pasar agar harganya sama.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi
pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan
pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk
melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar
negeri.
5. Kartel
Kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan
harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi.
6. Trust
Bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran
atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai
penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam
suatu pasar komoditas.
8. Integrasi vertikal
Bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk
yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau
jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa
tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain
di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
10.5 Hal-hal yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli.
Di dalam Undang-Undang Anti
Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan,yaitu :
Pasal 50
- Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba
- Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan
- Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan
- Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas
- Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia
- Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri
- Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil
- Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan
kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan
Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh
Pemerintah.
10.6 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk
memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
·
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal
berikut di masyarakat:
·
Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi
produsen sebagai price taker
·
Keragaman produk dan harga dapat memudahkan
konsumen menentukan pilihan
·
Efisiensi alokasi sumber daya alam
· Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga
tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
·
Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena
produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
·
Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara
kualitas maupun biaya produksi
·
Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku
usaha menjadi lebih banyak
·
Menciptakan inovasi dalam perusahaan
KPPU bertanggung jawab langsung
kepada presiden, selaku kepala negara. KPPU terdiri dari seorang ketua
merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan
sekurang-kurangnya 7 orang anggota lainnya. Ketua dan wakil ketua komisi
dipilih dari dan oleh anggota komisi. Anggota KPPU ini diangkat dan
diberhentikan oleh presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Masa
jabatan anggota KPPU hanya 2 periode, dengan masing-masing periode selama 5
tahun. Apabila karena berakhirnya masa jabatan menyebabakan kekosongan dalam
keanggotaan komisi, maka masa jabatan anggota baru dapat diperpanjang sampai
pengangkatan anggota baru.
Syarat menjadi anggota
KPPU :
· Warga negara republik indonesia, berusaha
sekurang-kurangnya 30 tahun setinggi-tingginya 60 tahun pada saat pengangkatan
·
Setia pada pancasila dan undang-undang dasar
1945
·
Beriman dan bertaqwa kepada ketuhanan yang maha
esa.
·
Jujur, adil dan berkelakuan baik
·
Bertempat tinggal di wilayah negara republik
indonesia
·
Berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai
pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan atau ekonomi
· Tidak pernah dipidana karena melakukan kejahatan
berat atau kerena melakukan pelanggaran kesusilaan
·
Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan
·
Tidak terefaliasi dengan suatu badan usaha
Tugas dan wewenang KPPU
Tugas dan wewenang KPPU di atur
dalam ketentuan pasal 35, yang dikatakan bahwa tugas komisi meliputi:
- Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
- Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tidak pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat
- Melakukan penilaian terhadap ada dan tidak adanya penyalah gunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat
- Mangambil tindakan dengan wewenangnya
- Memberikan saran pertimbangan terhadap komisi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
- Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang ini
- Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan dewan perwakilan rakyat.
Tata cara penanganan perkara oleh KPPU
1. Pemeriksaan oleh KPPU
Pasal 39 ayat 1 UU mewajibkan
KPPU untuk berdasarkan laporan yang telah di sampaikan tersebut, melakukan
pemeriksaan pendahuluan. Dari hasil pemeriksaan pendahuluan tersebut, dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 30 hari terhitung sejak KPPU menerimah laporan
tersebut, KPPU wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan
pemeriksaan lanjutan. Alat-alat bukti pemeriksaan KPPU berupa:
a. Keterangan
saksi
b. Keterangan
ahli
c. Surat dan
atau dokumen
d. Petunjuk
e. Keterangan
pelaku usaha
2. Putusan KPPU
Putusan
KPPU harus dibacakan dalam suatu bidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan
segera diberitahukan kepada pelaku usaha. Pelaku usaha yang menerima
pemberitahuan tersebut dapat mengajukan keberatan atas putusan KPPU.
3. Keberatan atas putusan KPPU dan pelaksaan putusan KPPU
Pelaku
usaha yang tidak mengajukan keberatan atas KPPU dan pelaksaan putusan KPPU,
dalam jangka 14 hari setelah pemberitahuan dianggap telah menerima keputusan
KPPU, dan keputusan KPPU tersebut akan berlaku sebagai keputusan pada tingkat
akhir (final) dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sebagai konsekuensinya,
putusan tersebut bersifat eksekutorial (putusan tersebut dapat dimintakan
pelaksanaan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri). Selanjutnya
undang-undang menentukan bahwa dalam 30 hari terhitung sejak pelaku usaha
menerima pemberitahuan putusan KPPU, pelaku usaha wajib melaksanakan putusan
tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada KPPU.
4. Keberatan atas putusan KPPU
Pelaku usaha yang tidak menerima
putusan KPPU dapat mengajukan keberatan kepada Pengadikan Negeri
selambat-lambatnya 14 hari setelah pemberitahuan putusan tersebut diterima.
Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan yang diajukan oleh pelaku usaha
dalam waktu 14 haru sejak diterimanya keberatan tersebut, dan harus memberikan
putusan dalam waktu 30 hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut.
10.7 Sanksi
Sanksi Administrasi Sanksi
administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian,
pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk
menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan , peleburan
dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan
denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh
lima miliar rupiah.
Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan
Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha
melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan
monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan
saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua
piluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah,
sedangkan untuk pelanggaran penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan
pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar
rupiah dan maksimal dua puluh lima miliar rupiah.
Sementara itu, bagi pelaku usaha
yang dianggap melakukan pelanggaran berat dapat dikenakan pidana tambahan
sesuai dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :
Pencabutan izin usaha, larangan
kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun, Penghentian
kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak
lain.Sanksi dalam anti Monopoli diatur dalan pasal 36 , pasal 48 serta
pasal 49 yang mempunyai arti:
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah
satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan
hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan
sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli.
Pasal 48:
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Dengan menunjuk ketentuan Pasal
10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam
Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: Pencabutan izin usaha, Larangan
kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun, Penghentian
kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak
lain. Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran
tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau
penyidikan dalam konteks pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar