Sabtu, 23 Juni 2018

BAB 12 PENYELESAIAN SENGKETA


BAB 12
PENYELESAIAN SENGKETA
12.1 Pendahuluan
Pengertian Sengketa menurut Jhon Collier adalah perselisihan khusus mengenai fakta, hukum atau kebijakan di mana klaim atau pernyataan dari salah satu pihak bertemu dengan penolakan, gugatan balik atau penolakan oleh orang lain. 
Menurut Merrils, Pengertian Sengketa ialah ketidaksepahaman mengenai sesuatu.
Pengertian Sengketa Internasional adalah sengketa yang bukan secara eksklusif merupakan urusan dalam negeri suatu negara. Dalam hal ini sengketa internasional tidak hanya eksklusif menyangkut hubungan antarnegara saja mengingat subjek-subjek hukum internasional saat ini sudah mengalami perluasaan sedemikian rupa melibatkan banyak aktor non negara.
Sengketa dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Ketika pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua dan pihak kedua tsb menunjukkan perbedaan pendapat maka terjadilah perselisihan atau sengketa.
Sedangkan, Permasalahan yang disengketakan dalam suatu sengketa internasioanl dapat menyangkut banyak hal. Sengketa di European Union menyangkut kebutuhan integritas politik yang lebih kuat adalah sengketa menyangkut kebijakan. Sengketa perbatasan wilayah adalah sengketa tentang legal right. Disisi lain sengketa juga dapat menyangkut fakta. Di mana posisi kapal Negara A ketika diintersepsi oleh negara B merupakan salah satu contoh sengketa mengenai fakta.

12.2 Cara-Cara Penyelesaian Sengketa

Alternative dispute resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa (APS) merupakan upaya penyelesaian sengketa di luar litigasi (non-litigasi). Dalam ADR/APS terdapat beberapa bentuk penyelesaian sengketa. Bentuk-bentuk ADR/APS menurut Suyud Margono (2000:28-31) adalah: 

(1) konsultasi; (2) negosiasi; (3) mediasi; (4) konsiliasi; (5) arbitrase; (6) good offices; (7) mini trial; (8) summary jury trial; (9) rent a judge; dan (10) med arb .
Adapun Jacqueline M. Nolan-Haley dalam bukunya yang berjudul “Alternative Dispute Resolution in A Nutshell, menjelaskan bahwa ADR “is an umbrella term which refers generally to alternatives to court adjudication of dispute such as negotiation, mediation, arbitration, mini trial and summary jury trial”.

Bentuk ADR/APS dalam Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Tidak dijabarkan lebih lanjut pengertian dari masing-masing bentuk ADR/APS tersebut dalam UU No.30/1999. Adapun, arbitrase dikeluarkan dari lingkup ADR/APS dan diberikan definisi tersendiri dalam UU No.30/1999 yakni “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.

Berikut pengertian umum dari bentuk-bentuk ADR/APS yang dirangkum dari beberapa literatur sebagai berikut:

1.     Konsultasi
Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.
Marwan dan Jimmy P, menjelaskan arti konsultasi, sebagai berikut: “Permohonan nasihat atau pendapat untuk menyelesaikan suatu sengketa secara kekeluargaan yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa kepada pihak ketiga”. Dengan demikian dapat disimpulan bahwa konsultasi adalah permintaan pendapat kepada pihak ketiga (konsultan) terkait sengketa yang dihadapi.

2.     Negosiasi
Negosiasi sebagai sarana bagi para pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, sehingga tidak ada prosedur baku, akan tetapi prosedur dan mekanismenya diserahkan kepada kesepakatan para pihak yang bersengketa tersebut. Penyelesaian sengketa sepenuhnya dikontrol oleh para pihak, sifatnya informal, yang dibahas adalah berbagai aspek, tidak hanya persoalan hukum saja. 

Dalam praktik, negosiasi dilakukan karena 2 (dua) alasan, yaitu:
Untuk mencari sesuatu yang baru yang tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya dalam transaksi jual beli, pihak penjual dan pembeli saling memerlukan untuk menentukan harga, dalam hal ini tidak terjadi sengketa dan untuk memecahkan perselisihan atau sengketa yang timbul di antara para pihak[6]. Dengan demikian, dalam negosiasi, penyelesaian sengketa dilakukan sendiri oleh pihak yang bersengketa, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.

Segi Positif Dari Negosiasi :
1.  Para pihak sendiri yang melakukan perundingan (negosiasi) secara langsung dengan pihak lainnya.
2. Disamping itu para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana penyelesaian secara negosiasi ini dilakukan menurut kesepakatan mereka.
3.   Para pihak mengawasi atau memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya.
4.   Negosiasi menghindari perhatian publik dan tekanan politik di dalam negeri.
5.  Dalam Negosiasi, para pihak berupaya mencari penyelesaian yang dapat diterima dan memuaskan para pihak, sehingga tidak ada pihak yang menang dan kalah tetapi diupayakan kedua belah pihak menang (win-win solution).
6.  Negosiasi dimungkinkan dapat digunakan untuk setiap tahap penyelesaian sengketa dalam setiap bentuknya, apakah negosiasi secara tertulis, lisan, bilateral, multilateral, dll.

Segi Negatif Dari Negosiasi :
1.   Proses penyelesaian demikian tidak memungkinkan fakta-fakta yang melingkupi suatu sengketa ditetapkan dengan objektif.
2.    Cara penyelesaian seperti ini tidak dapat menyelesaikan sengketa tertentu atau tidak  dapat menjamin bahwa negosiasi akan menyelesaikan sengketa karena salah satu pihak dapat saja bersikeras dengan pendiriannya.
3. Tertutupnya keikutsertaan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa, khususnya apabila salah satu pihak berada dalam yang lebih lemah.

3.   Konsiliasi
Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan intervensi pihak ketiga (konsiliator), dimana konsiliator lebih bersifat aktif, dengan mengambil inisiatif menyusun dan merumuskan langkah-langkah penyelesaian, yang selanjutnya ditawarkan kepada para pihak yang bersengketa. Jika pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan, maka pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa. Meskipun demikian konsiliator tidak berwenang membuat putusan, tetapi hanya berwenang membuat rekomendasi, yang pelaksanaanya sangat bergantung pada itikad baik para pihak yang bersengketa sendiri.

4.     Mediasi
Pengertian mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan dibantu oleh pihak ketiga (mediator) yang netral/tidak memihak. Peranan mediator adalah sebagai penengah (yang pasif) yang memberikan bantuan berupa alternatif-alternatif penyelesaian sengketa untuk selanjutnya ditetapkan sendiri oleh pihak yang bersengketa. Dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi diberikan arti sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Peran mediator membantu para pihak mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau penilaian atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung.

Dalam hal mediasi, tugas lain dari mediator adalah untuk melakukan hal-hal sbb:
      1.      Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi
    2.  Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi antarpihak, menyesuaikan persepsi, dan berusaha mengurangi perbedaan sehingga menghasilkan satu keputusan bersama.

5.     Penilaian Ahli
Pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis sesuai dengan bidang keahliannya.

6.     Arbitrase
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.

Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti di bawah ini:
  1. Salah satu pihak meninggal
  2. Salah satu pihak bangkrut
  3.  Pembaharuan utang (novasi)
  4. Salah satu pihak tidak mampu membayar (insolvensi)
  5. Pewarisan
  6. Berlakunya syarat hapusnya perikatan pokok
  7. Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb
  8. Berakhir atau batalnya perjanjian pokok
Dua jenis arbitrase:

1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
Arbitrase ini merupakan arbitrase bersifat insidentil yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu. Kedudukan dan keberadaan arbitrase ini hanya untuk melayani dan memutuskan kasus perselisihan tertentu, setelah sengketa selesai maka keberadaan dan fungsi arbitrase ini berakhir dengan sendirinya.

2. Arbitarse institusional
Arbitrase ini merupakan lembaga permanen yang tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meski perselisihan yang ditangani telah selesai.

Pemberian pendapat oleh lembaga arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terikat padanya. Apabila tindakannya ada yang bertentangan dengan pendapat tersebut maka dianggap melanggar perjanjian, sehingga terhadap pendapat yang mengikat tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum atau perlawanan baik upaya hukum banding atau kasasi.
Sementara itu, pelaksanaan putusan arbitrase nasional dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan. Dengan demikian, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada panitera pengadilan negeri dan oleh panitera diberikan catatan yang berupa akta pendaftaran.

Putusan arbitrase bersifat final, dibubuhi pemerintah oleh ketua pengadilan negeri untuk dilaksanakan sesuai ketentuan  pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang keputusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.

Dalam hal pelaksanaan keputusan arbitrase internasional berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sementara itu berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999, suatu putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum RI, jika telah memenuhi persyaratan sbb:
  1. Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan Negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional
  2. Putusan arbitrase internasaional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan
  3. Putusan arbitrase internasional hanya dapat dilakukan di Indonesia dan keputusannya tidak bertentangan dengan ketertiban umum
  4. Putusan arbitrase internasonal dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekutor dari ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari pernyataan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera pengadilan negeri dimana permohonan tsb diajukan kepada ketua pengadilan negeri.

Terhadap putusan pengadilan negeri dapat diajukan permohonan banding ke MA mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding tsb diterima oleh MA.

7.     Peradilan
Negara berhak memberikan perlindungan dan penyelesaian bila terjadi suatu pelanggaran hukum. Untuk itu negara menyerahkan kekuasaan kehakiman yang berbentuk badan peradilan dengan para pelaksananya, yaitu hakim.

Pengadilan berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 1986 adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan peadilan umum. Sementara itu berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 4 Tahun 2004, penyelenggara kekuasaan kehikaman dilakukan oleh MA dan badan peradilan yang berbeda di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, tata usaha negara, dan oleh sebuah MK.

8.     Peradilan Umum
Peradilan umum adalah salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang umumnya mengenai perkara perdata dan pidana. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peadilan umum dilaksanakan oleh :

1. Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kodya atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kodya dan kabupaten yang dibentuk dengan keputusan presiden. Pengadilan negeri bertugas memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.

2. Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi adalah pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi yang dibentuk dengan undang-undang.

Tugas dan wewenang pengadilan tinggi adalah mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding, di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan yang mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya.

3. Mahkamah Agung (MA)
MA merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang berkedudukan di ibukota negara RI dan dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
MA bertugas dan berwewenang memeriksa dan memutus:
  • Permohonan kasasi
  • Sengketa tentang kewenangan mengadili
  • Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dalam tingkat kasasi, MA membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena :
1.       Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
2.       Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
3.       Lalai memenuhi syarat yg mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan ybs.

MA memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali (PK) pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan yang diatur dalam perundang-undangan.

Permohonan PK dapat diajukan hanya satu kali dan tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan. Permohonan PK dapat dicabut selama belum diputus dan dalam hal sudah dicabut, permohonan PK tak dapat diajukan lagi.

Permohonan PK diajukan sendiri oleh pemohon atau ahli warisnya kepada MA melalui ketua pengadilan negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang diperlukan. Permohonan PK dapat dilakukan oleh wakil dari pihak yang berperkara yang secara khusus dikuasakan dengan tenggang waktu pengajuan 180 hari.

Perbedaan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
Proses
Perundingan
Arbitrase
Ligitasi
Yang Mengatur
Para Pihak
Arbiter
Hakim
Proses
Informal
Agak Formal Sesuai Dengan Rule
Sangat Formal Dan Teknis
Jangka Waktu
Segera (3-6 Minggu)
Agak Cepat (3-6 Bulan)
Lama (>2 Tahun)
Biaya
Murah
Terkadang Sangat Mahal
Sangat Mahal
Aturan Pembuktian
Tidak Perlu
Agak Informal
Sangat Formal & Teknis
Publikasi
Konfidensial
Konfidensial
Terbuka Untuk Umum
Hubungan Para Pihak
Kooperatif
Anatgonistis
Antagonistis
Fokus Penyelesaian
Masa Depan
Masa Lalu
Masa Lalu
Metode Negosiasi
Kompromis
Sama Keras Pada Prinsip Hukum
Sama Keras Pada Prinsip Hukum
Komunikasi
Memperbaiki Yang Sudah Lalu
Jalan Buntu
Jalan Buntu
Result
Win-Win
Win-Lose
Win-Lose
Pemenuhan
Sukarela
Selalu Ditolak Dan Mengajukan Oposisi
Ditolak Dan Mencari Dalih
Suasana Emosional
Bebas Emosi
Emosional
Emosi Bergejolak






DAFTAR PUSTAKA

BAB 11 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

BAB 11
Kepalitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
11.1 Pendahuluan
Dalam Suatu kegiatan usaha/bisnis, berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan akan timbul apabila kemudian debitor tidak mampu membayar utang tersebut.
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Sedangkan, PKPU sendiri tidak diberikan definisi oleh UU Kepailitan. Akan tetapi, dari rumusan pengaturan mengenai PKPU dalam UU Kepailitan kita dapat melihat bahwa PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal debitur atau kreditur menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur) antara debitur dan kreditur agar debitur tidak perlu dipailitkan.
 
Hal yang dapat disimpulkan dari kepailitan dan  PKPU bahwa dalam kepailitan, harta debitur akan digunakan untuk membayar semua utang-utangnya yang sudah dicocokkan, sedangkan dalam PKPU, harta debitur akan dikelola sehingga menghasilkan dan dapat digunakan untuk membayar utang-utang debitur.

11.2 Pengertian Pailit
 Menurut Pasal 1 angka 1 UUK-PKPU :

“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”
Menurut Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan :
“Pailit atau Bangkrut adalah keadaan dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya.”

Secara umum, Kepailitan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pailit. Pailit ialah keadaan berhenti membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Pernyataan pailit harus dilakukan oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga sebagai suatu bentuk pemenuhan azas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar seorang debitur. Tanpa adanya putusan pengadilan, maka pihak ketiga yang berkepentingan tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitur. 

11.3 Pihak-Pihak yang dapat Menagajukan Kepailitan
Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan kepailitan, yaitu :
1.   Debitur sendiri.
2.   Salah satu atau lebih kreditur.
Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas, sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dinyatakan pailit oleh pangadilan, baik atau permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditor.
3.   Kejaksaan di dalam hal kepailitan menyangkut kepentingan umum.
Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:
a.   Debitor melarikan diri
b.   Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaannya
c.  Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau badan usaha lain yang mengimpun dana dari masyarakat
d.  Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakt luas
e.  Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu
4.  Debitor adalah Bank, maka permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia
5.  Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debiturnya adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kriling dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek dibawah pengawasan BPPM.
6.   Menteri keuangan dalam hal debiturnya merupakan perusahaan asuransi, dana pensiun dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kepentingan publik.

A. Permohonan Pernyataan Kepailitan Diajukan Kepada Ketua Pengadilan Niaga

Daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan debitur. Jika debiturnya meninggalkan wilayah negara Indonesia, permohonan pernyataan pailit diajukan ke pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat permohonan pernyataan kepailitan diajukan ke pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut.

Jika debitur tidak berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia, tetapi menjalankan profesi atau usaha dalam wilayah republik Indonesia, permohonan kepailitan diajukan ke pengadilan niaga yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum kantor debitur menjalankan profesi atau usahanya.

Jika debiturnya badan hukum, kedudukan hukumnya sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya. Jika permohonan pernyataan kepailitan tersebut diajukan oleh debitur sendiri yang masih terikat dalam perkawinan yang sah, maka permohonan kepailitannya hanya dapat diajukan atas persetujuan suami dan istrinya.

B. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan niaga melalui panitera

Panitera ini segera mendaftar permohonan tersebut pada hari itu juga dan kemudian menyampaikannya kepada ketua pengadilan paling lambat 2 hari setelah permohonan didaftarkan. Selanjutnya, dalam waktu paling lambat 3 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan tersebut dan menerapkan hari sidang.

Sidang atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Namun atas permohonan dari debitur dan berdasarkan alasan yang cukup, dapat ditunda persidangan paling lambat 25 hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.

Pemanggilan terhadap debitur, kreditur dan pihak-pihak terkait dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat, paling lambat 7 hari sebelum pemeriksaan sidang pertama diselenggarakan. Pemanggilan adalah sah dan dianggap telah diterima oleh debitur jika dilakukan oleh juru sita sesuai dengan ketentuan dalam UU.

C. Permohonan Pernyataan Pailit
 
Permohonan tersebut harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi semuanya. Putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.

Putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan upaya hukum. Salinan dari putusan pengadilan wajib disampaikan juru sita dengan surat kilat tercatat kepada pihak debitur, pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit, kurator dan hakim pengawas paling lambar 3 hari setelah tanggal putusan diucapkan.

11.4 Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya

Dasar Hukum Kepailitan :
·         Dasar umum pasal 1131 dan 1132 KUHPdt
·         Dasar khusus UU kepailitan No. 37 tahun 2004

Kepailitan mengakibatkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan segala hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 24 (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan. Hal ini juga berlaku bagi suami atau isteri dari debitur pailit yang kawin dalam persatuan harta kekayaan.

Putusan kepailitan adalah bersifat serta merta dan konstitutif yaitu meniadakan keadaan dan menciptakan keadaan hukum baru. Dengan pailitnya pihak debitur, banyak akibat yuridis yang diberlakukan kepadanya oleh undang-undang. Akibat-akibat yuridis tersebut berlaku kepada debitur dengan 2 (dua) model pemberlakuan, yaitu:

a. Berlaku Demi Hukum
Beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the operation of law) segera setelah pernyataan pailit dinyatakan atau setelah pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal ini, pengadilan niaga, hakim pengawas, kurator, kreditur, dan pihak lain yang terlibat dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut.

b. Berlaku Secara Rule Of Season
Maksud dari pemberlakuan model ini adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu setelah mempunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan.

Dalam pasal 21 kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepaillitan.
Namun, ketentuan sebagaimana dalam pasal 21 di atas tidak berlaku terhadap barang- barang sebagai berikut :
     1.  Benda, termasuk hewan yang benar- benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat- alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang digunakan oleh debitor dan keluarganya.

    2.   Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa sebagai upah, pensiun, uang tunggu, atau uang tunjangan yang ditentukan oleh hakim pengawas.

     3.  Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang – undang.

Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor.

Dalam pasal 55 setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lain dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, sehingga kreditor pemegang hak sebagaimana disebutkan dapat melaksanakan haknya dan wajib memberikan pertanggungjawaban kepada curator tentang hasil penjualan benda yang menjadi agunan. Kemudian, menyerahkan sisa hasil penjualan setelah dikurangi jumlah uang, bunga dan biaya kepada curator.

Beberapa akibat hukum lain terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur :

a. Akibat kepailitan terhadap debitur pailit dan hartanya

Akibat kepailitan hanyalah terhadap kekayaan debitur, dimana debitur tidaklah berada dibawah pengampuan. Debitur tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum tersebut menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada.
Apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya, debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta pailitnya. Sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu untuk diucapkan, debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk harta pailit.

b. Akibat hukum terhadap seluruh perikatan yang dibuat oleh debitur pailit

Semua perikatan debitur yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit, tidak lagi dapat membayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit (Pasal 25 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU). Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau kurator. Dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitur pailit maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitur pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit (Pasal 26 Undang- Undang Kepailitan dan PKPU).

Selama berlangsungnya kepailitan, tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap debitur pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan (Pasal 27 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU).

c. Akibat hukum bagi kreditur

Pada dasarnya, kedudukan para kreditur sama (paritas creditorum) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi budelnya pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu pro rata parte). Namun asas tersebut dapat dikecualikan yakni untuk golongan kreditur yang memenang hak anggunan atas kebendaan dan golongan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dan peraturan perundang-undangan lainnya. Oleh karenanya, kreditur dapat dikelompokkan sebagai berikut:

·                 Kreditur Separatis
·                 Kreditur Preferen/istimewa
·                 Kreditur Konkuren

d. Akibat hukum terhadap eksekusi atas harta kekayaan debitur pailit

Menurut Pasal 31 UU Kepailitan dan PKPU, putusan pernyataan pailit mempunyai akibat bahwa segala putusan hakim menyangkut setiap bagian harta kekayaan debitur yang telah diadakan sebelum diputuskannya pernyataan pailit harus segera dihentikan dan sejak saat yang sama pula tidak satu putusan pun mengenai hukuman paksaan badan dapat dilaksanakan. Segala putusan mengenai penyitaan, baik yang sudah maupun yang belum dilaksanakan, dibatalkan demi hukum, bila dianggap perlu, hakim pengawas dapat menegaskan hal itu dengan memerintahkan pencoretan.

Jika dilihat, dalam pasal tersebut bahwa setelah ada pernyataan pailit, semua putusan hakim mengenai suatu bagian kekayaan debitur apakah penyitaan atau penjualan, menjadi terhenti. Semua sita jaminan maupun sita eksekutorial menjadi gugur, bahkan sekalipun pelaksanaan putusan hakim sudah dimulai, maka pelaksanaan itu harus dihentikan.

Menurut Pasal 33 UU Kepailitan dan PKPU, apabila hari pelelangan untuk memenuhi putusan hakim sudah ditetapkan, kurator atas kuasa hakim pengawas dapat melanjutkan pelelangan barang tersebut dan hasilnya masuk dalam harta pailit.

e. Akibat kepailitan teradap pasangan debitur pailit

Debitur pailit yang pada saat dinyatakan pailit sudah terikat dalam suatu perkawinan dan adanya persatuan harta, kepailitan juga dapat memberikan akibat hukum terhadap pasangannya (suami/istrinya). Dalam hal suami atau istri yang dinyatakan pailit, istri atau suaminya berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Jika benda milik istri atau suami telah dijual suami/istri dan harganya belum dibayar atau uang hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit, maka istri atas suami berhak mengambil kembali uang hasil penjualan tersebut.

Pada prinsipnya, sebagai konsekuensi dan PKPU, seperti diuraikan di atas maka setiap dan seluruh perbuatan hukum, termasuk perikatan antara debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali apabila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta kekayaan itu.

11.5 Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pengurusan Harta Pailit

Dalam penguasaan dan pengurusan harta pailit yang terlibat tidak hanya kurator, tetapi masih terdapat pihak-pihak lain yang terlibat adalah hakim pengawas, curator, dan panitia kreditor.
1.          Hakim pengawas bertugas untuk mengawasi pengurus dan pemberesan harta pailit.
2.          Kurator bertugas melakukan pengurus dan/atau pemberesan harta pailit.

Dalam Pasal 70 kurator dapat dilakukan oleh :
a.            Balai harta peninggalan
b.            Kurator lain, sebagai berikut:
   ·  Orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit;
   ·  Terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

3.      Panitia kreditor dalam putusan pailit atau dengan penetapan, kemudian pengadialan dapat membentuk panitia kreditor, terdiri atas tiga orang yang dipilih dari kreditor yang telah mendaftarkan diri untuk diverifikasi, dengan maksud memberikan nasihat kepada kreditor.

11.6  Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 

Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek” (hal. 177) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan penundaan pembayaran utang (Suspension of Payment atau Surseance van Betaling) adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut.

Pasal 222
  1. PKPU diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditor atau oleh kreditor.
  2. Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon PKPU, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.
  3. Kreditor yang memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitor diberi PKPU, untuk memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya. 
Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh pengadilan berdasarkan :
a.    Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut
b.   Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor tentang hak suara kreditor yang piutangnya dijamin, dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.

Sementara itu, pangadilan harus mengangkat panitia kreditor apabila :
a.  Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang meliputi utang yang bersifat rumit atau banyak kreditor
b.  Pengangkatan tersebut dikehendaki oleh kreditor yang mewakili paling sedikit ½  bagian dari seluruh tagihan yang diakui.

Dengan demikian, dalam putusan yang mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara, pengadilan dapat memasukkan ketentuan yang dianggap perlu untuk kepentingan kreditor.

Dalam hal ini, hakim pengawas setiap waktu selama berlangsung penundaan, berkewajiban melakukan pengawasan pembayaran utang tetap, berdasarkan
a.       Prakarsa hakim pengawas
b.       Permintaan pengurus atau permintaan satu atau lebih kreditor.

Selama penundaan kewajiban pembayaran utang, debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Apabila debitor melanggar ketentuan tersebut, pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan karena tindakan debitor tersebut.

Sementara itu, Pasal 244 tidak berlaku penundaan kewajiban pembayaran utang, antara lain
a.  Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya
b.  Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan, atau pendidikan yang sudah harus dibayar dan hakim pengawas harus menentukan jumlah tagihan yang sudah ada dan belum dibayar sebelum penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan
c.  Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitor maupun terhadap seluruh harta debitor yang tidak tercakup diatas.

Dengan demikian, penundaan kewajiban pembayaran utang dapat diakhiri atas permintaan hakim pengawas, satu atau lebih kreditor, atau atas prakarsa pengadilan, dalam hal :

a.    Debitor selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya
b.       Debitor telah merugi atau telah mencoba merugikan kreditornya
c.       Debitor melakukan pelanggaran dalam Pasal 240
d.   Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta debitor
e.   Selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang
f.   Keadaan debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajiban terhadap kreditor  pada waktunya.

11.7  Pencocokan (Verifikasi) Piutang

Pencocokan piutang merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan, karena dengan pencocokan piutang inilah nantinya ditentukan perimbangan dan urutan hak dari masing-masing kreditor, yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak putusan pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal ini, hakim pengawas dapat menetapkan :
a.    Batas akhir pengajuan tagihan
b.  Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan
c.  Hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan utang.

Dengan demikian, kurator berkewajiban untuk melakukan pencocokan antara perhitungan-perhitungan yang dimasukkan dengan catatan-catatan dan keterangan-keterangan bahwa debitor telah pailit.

11.8  Perdamaian (Accord)

Debitor pailit berhak untuk menawarkan rencana perdamaian (accord) kepada para kreditornya. Namun, apabila debitor pailit mengajukan rencana perdamaian, batas waktunya paling lambat delapan hari sebelum rapat pencocokan piutang menyediakan di kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat cuma-cuma oleh setiap rang yang berkepentingan. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan segera diambil keputusan setelah selesainya pencocokan piutang.

Namun, apabila rencana perdamaian telah diajukan kepada penitera, hakim pengawas harus menentukan :
a.       Hari terakhir tagihan harus disampaikan kepada pengurus
b.   Tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan akan dibicarakan dan diputuskan dalam rapat kreditor yang dipimpin oleh hakim pengawas.

Dengan demikian, rencana perdamaian ini diterima apabila disejutui dalam rapat kreditor oleh lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan haknya diakui atau untuk sementara diakui yang mewakili paling sedikit 2/3 dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui atau untuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Sementara itu, pengadilan berkewajiban menolak pengesahan perdamaian apabila
a.      Harta debitor termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan suatu benda jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui dalam perdamaian;
b.      Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin
c.    Perdamaian itu dicapai karena penipuan atau persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini.

Putusan pengesahan perdamaian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap merupakan alas hak yang dapat dijalankan terhadap debitor dan semua orang yang menanggung pelaksanaan perdamaian. Sehubungan dengan piutang yang telah diakui, sejauh tidak dibantah oleh debitor pailit sesuai dalam acara berita pencocokan piutang walaupun sudah ada perdamaian, kreditor tetap memiliki hak terhadap para penanggung dan sesama debitor, sehingga hak kreditor terhadap benda-benda pihak ketiga tetap dimilikinya seolah-olah tidak ada suatu perdamaian.

Dalam hal kepailitan dibuka kembali, harta pailit dibagi diantara para kreditor (insolvensi) dengan cara :
a.   Jika kreditor lama maupun kreditor baru belum mendapat pembayaran, hasil penguangan harta pailit dibagi diantara mereka secara pukul rata adalah pembayaran menurut besar kecilnya piutang masing-masing
b.     Jika telah dilakukan pembayaran sebagian kepada kreditor lama, kreditor lama dan kreditor baru berhak menerima pembayaran sesuai dengan presentase yang telah disepakati dalam perdamaian
c.     Kreditor lama dan kreditor baru berhak memperoleh pembayaran secara pukul rata atas sisa rata pailit setelah dikurangi pembayaran sebagai mana dimaksud pada huruf b sampai dipenuhinya seluruh piutang yang diakui
d.  Kreditor lama yang telah memperoleh pembayaran tidak diwajibkan untuk mengembalikan pembayaran yang telah diterimanya

11.9 Permohonan Peninjauan Kembali

Terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUK PKPU :

“Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung”
Prosedur Peninjauan Kembali yaitu, Jangka waktu mengajukan permohonan peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 296 ayat (1), paking lambat 180 hari dihitung setelah tanggal putusan yang dimohonkan peninjauan kembali berkekuatan hukum tetap.
Alasan Peninjauan Kembali :

Alasan untuk peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 295 ayat (2) UU Nomor 37 tahun 2004 adalah apabila :
a.     Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan
b.     Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.

DAFTAR PUSTAKA
  1. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c3529a6061f/perbedaan-antara-kepailitan-dengan-pkpu
  2. http://www.informasiahli.com/2015/08/pengertian-kepailitan-dan-prosedur-permohonannya.html
  3. http://www.sarno.id/2017/02/hukum-kepailitan-dan-penundaan-pembayaran-utang.html
    https://claudiapaskah.wordpress.com/2011/05/17/bab-11-kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-pembayaran-utang/
  4. http://www.hukumkepailitan.com/pengertian-kepailitan/hukum-kepailitan-dan-pkpu/
  5. http://dhyladhil.blogspot.com/2011/05/keputusan-pailit-dan-akibat-hukumnya.html
  6. https://www.neliti.com/id/publications/147415/akibat-hukum-putusan-kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-pembayaran-utang-berdasa

New Product - My Pro D-1310